Rabu, 11 Maret 2009

pameran Teguh Ostenrik

Estetika Ostenrik

Abstraksi yang didapat melalui karya seni ternyata membawa begitu banyak perspektif yang memberi keluasan dalam diskursus. Berbagai obyek yang dijadikan diskursus ternyata menyangkut berbagai hal diluar dunia seni itu sendiri. Tetapi dampak dari diskursus yang didapatkan dari religi, politik, ekonomi dan bidang kehidupan lainnya ternyata mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Salah satunya religi, apa yang dapat dilakukan manusia melalui religiusitasnya? Mungkin satu pertanyaan ini yang dapat membuat kisah-kisah dalam kehidupan ini berkembang menjadi satu fenomena yang dapat diambil hikmahnya. Karena dari kesan-kesan yang telah terjadi dimasa lalu, dapat dijadikan simbol pada masa kini. Hingga manusia mengenal asal-muasal kejadian atau legenda yang tercatat pada buku-buku sejarah pada masa kini.

Melalui dunia senirupa ternyata fenomena-fenomena religi dapat ditangkap abstraksinya itu, mengundang seorang perupa untuk menerima ajakan membuat fenomena menjadi obyek nyata atas legenda religi menjadi obyek seni yang estetis. Perupa Teguh Ostenrik, melalui jalan salib, membuat obyek-obyek religi menjadi patung-patung prosesi jalan salib dimana, karya sketsa, patung dan lukisan,menunjuk pada satu perjalanan ketika Yesus Kristus disalib. Karya-karya seni yang memuat obyek jalan salib ini dapat dilihat melalui pameran Look at me di Nadi gallery, Jl Kembang Indah III Blok G3 no 4-5 Puri Indah, Jakarta. Pameran yang akan berlangsung dari tanggal 12-24 Oktober 2005. Merupakan satu prosesi utuh dari jalan salib, Teguh Ostenrik melalui patung, sketsa dan lukisan, memberi satu gambaran perjalanan Yesus dari Yerusalem ke bukit Golgota dengan salib di pundaknya.

Teguh Ostenrik terlahir sebagai Islam-abangan dari keluarga Jawa. Terpukau dengan prinsip hidup Budhisme, melanglang ke negara Jerman, belajar tentang seni. Melalui salah satu pamerannya, bertajuk Homo Sapiens, di Singapura, secara tidak sengaja bertemu dengan pendeta Katolik ordo Fransiskan, karena ketertarikan sang pendeta dengan karakter arkaik, purba serta berbahan perunggu. Meminta untuk membuat patung jalan salib, dan Teguh Ostenrik mengerjakan pesanan itu. Pengerjaan yang memakan waktu hampir dua tahun itu rupanya membawa muatan tersendiri bagi Teguh Ostenrik, karena kapabilitasnya dapat dijadikan satu monumen untuk membuat perjalan salib lebih monumental di negeri sendiri, seseorang telah memesan karya Teguh Ostenrik untuk membuat Kapel di daerah Tomohon, Sulawesi Utara. Prosesi jalan salib masih dipergunakan dan hingga hari ini telah diselesaikan patung-patung jalan salib tersebut. Sebelum memasuki masa pemasangan di tempat yang sesungguhnya Teguh Ostenrik mendapatkan tempat untuk memajang karyanya di Nadi gallery.

Obyek jalan salib yang menjadi art proyek bagi Teguh Ostenrik adalah fenomena art proyek yang dapat menjadi abstraksi pasar bagi karya rupa. Tetapi dunia artistik sebagai proses pencarian memang harus dipertimbangkan, demikian juga sebagai diskursus senirupa dapat ditanyakan kembali dimana kreativitas obyektif atas karya tersebut. Disinilah estetika menjadi alat dimana karya rupa dapat mempunyai nilai seni dan dapat dipertimbangkan kelayakannya dalam obyek artistik. Karena melalui bentuk, semua patung dapat dikenali visualisasinya tetapi sebagai obyek artistik, apakah patung itu mempunyai fenomena visual artistik yang dapat disebut sebagai karya seni? Ataukah patung sebagai alat pajang monumental yang sekedar untuk mencari perhatian orang lewat.

Nadi gallery memasukan patung-patung yang mempunyai ukuran besar-besar dalam ruang pamer. Walaupun estetika dari patung-patung itu kurang menonjol sebagai obyek artistik. Memang secara bentuk patung prosesi salib ini mempunyai sifat monumental karena ukuran yang memang dipergunakan untuk luar ruang. Kekuatan visual patung dengan karakter arkaiknya inilah yang mendukung bagaimana artistik patung menjadi obyek nyata secara visual yang menarik. Serta narasi dari patung-patung yang mendukung untuk digelar menyerupai opera diatas panggung. Berbagai gerak patung yang menyerupai gestur tubuh yang ini cukup membuat ruang pamer menjadi sempit hingga tidak ada jarak pandang ketika patung diletakan dalam posisi tertidur. Bagaimana melihat patung sambil melongok kebawah? Tanpa jarak pandang yang sesuai dengan keinginan mata mengungkap keindahan visual patung.

Selain patung, lukisan dan sketsa mempunyai dimensi lain terhadap abstraksi yang dapat membuat satu fenomena artistik terwujud. Kekuatan sketsa Teguh Ostenrik merupakan pelukisan mimik ketika Yesus dihadapkan pada salib. Kekuatan ekspresi pada raut muka obyek tidak terlukis dengan jelas. Obyektivitas melihat mimik hanya sebatas bagaimana menampakan roman muka tanpa melihat ekspresi kedalaman ketika Yesus mengangkut salib. Artikulasi obyektif dari sketsa ini hanya sebatas figur yang mendominasi karya sketsa ini.

Melalui lukisan, Teguh Ostenrik bermain dengan komposisi warna dan mimik,roman muka yang menjadi obyek, serta figur tidak utuh dari obyek manusia yang dilukiskannya. Seperti dalam lukisan yang berjudul Go and Carry on Your Task (2004), mixed media on canvas, 120x200cm. Mimik wajah dilukiskannya dengan berserakan diatas bidang kanvas sebagai representasi dari ungkapan ekspresi, satu pertemuan diatas meja makan. Dengan gelas-gelas minuman berada dihadapan roman muka, tanpa sepotong tubuh yang nampak jelas, sedangkan komposisi warna nampak menonjol mengikuti roman atau raut wajah berada dalam posisi seperti topeng bertemu muka. Lebih ekstrim lagi, dalam karya terracotta yang berjudul The Last Supper (2002), 80x200cm. obyek yang ditunjukannya adalah ekspresi wajah-wajah dari roman muka yang berwujud topeng. Dihadapan wajah-wajah tersebut tersedia piring-piring dengan makanan serta satu buah alat minum seperti cangkir tetapi besar wujudnya. Lebih ekspresif dengan roman muka ketika makan. Hanya goresan yang membuat karya ini menonjol artsitiknya.

Estetika Teguh Ostenrik memang memuat komposisi warna yang menjadi satu kekuatan visual atas karya lukisnya. Sedangkan patung memberi satu visualisasi terhadap satu kejadian yang memang telah menjadi legenda, tidak menampakan kekuatan emosi artistiknya secara visual. Walaupun demikian sketsa lah yang mendukung artikulasi dari art proyek ini, menjadi abstraksi yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar