Rabu, 11 Maret 2009

Pameran Kaligrafi

KETIKA KHOT BERBICARA
Kejadian tsunami di Aceh ternyata tidak bisa dilupakan oleh orang-orang Aceh. Bagaimana dahsyatnya bencana itu memberi pengaruh pada kehidupan selanjutnya. Terutama bagi yang merasakan saat bencana terjadi. Sayid Akram,pelukis kaligrafi asal Aceh. Melukiskan visualisasi bencana tsunami itu dengan abstraksi yang kuat,melalui sapuan kuas,bagaimana daratan ditelikung oleh air laut yang menggulung seluruh isi daratan. Hingga semua benda-benda yang biasa terlihat hanyut,terbawa air, Gelombang air itu tertancap dalam perasaan yang mendalam pada diri Sayid Akram, hingga dia memberi judul lukisannya, “Peristiwa dibumi Aceh awal abad XXI” ,oil on kanvas,300x150cm,thn 2003. Walaupun lukisan ini terkesan abstrak tetapi ada loncatan yang merekam gejolak ketika bencana terjadi. Air yang menjadi sumber bencana dibayangkan sebagai satu ledakan dahsyat yang menguburkan kehidupan. Kekuatan air inilah yang terekam dalam benak Sayid Akram,pelukis kelahiran Pidie Aceh, menjadi salah satu inspirasinya untuk melukiskan gerak air. Berawal dari tetesan embun hingga menjadi air bah yang bergerak begitu dahsyatnya, bentuk pelukisan dengan mengambil air sebagai kekuatan inpsiratif menjadi karya kaligrafi. Mulai tanggal 25-31 Agustus 2005,dipamerkan bertempat di Reform-Institute, Jl Pancoran Indah, Komplek Liga Mas Indah Kav D/3,Perdatam,Pancoran, Jakarta Selatan. Pameran yang mengambil judul Reformasi Rohani Lewat Lorong Seni, merupakan pameran tunggal Sayid Akram tahun 2005, karya yang dipamerkan sebagian besar adalah kaligrafi.

Sayid Akram mencoba secara embrional bagaimana satu titik atau setetes embun,yang menjadikan inspirasi bagi dirinya. Menjadi satu pelukisan makna melalui titik menjadi garis atau khot(bhs Arab)hingga membentuk lukisan kaligrafi yang berukuran besar-besar tersebut. Kekuatan tehnik melukis Sayid Akram mendukung untuk membuat satu ruang,dalam kanvas, berujar tentang apa yang dihadapi dalam kehidupan ini untuk diungkapkan. Seperti judul lukisan,yang mendatangkan kebenaran(al baqoroh 147),oil on kanvas, 140x110,2005. dan yang maha pemberi karunia(ali imran 8),oil on canvas,140x110,2005. Lukisan ini dominan berwarna merah,latar hitam masih sesekali sisapukan untuk membuat satu gradasi dari latar belakang, hingga nampak tulisan kaligrafis itu muncul, berjarak dengan latar. Secara tehnis cara seperti ini sering dipakai untuk melukis gaya realis, tetapi Sayid Akram mengadaptasinya untuk membuat obyek dari karya-karyanya menjadi kuat, muncul dari permukaan canvas, dan tidak terasa datar. Serta kesan tetesan embun hingga berproses menjadi garis sampai terbentuknya obyek, sangat terasa. Apa yang dimulainya dengan awalan dari embun atau titik dan menjadi garis merupakan kekuatan mendasar dari seluruh karya yang dipamerkan tersebut.

Karya yang sebagian besar mengambil dari ayat-ayat suci AlQuran ini merupakan visualisasi obyek yang memberi penjelasan bagaimana ayat-ayat dalam perkembangannya dapat dijadikan lukisan dengan berbagai bentuk yang selalu berubah-ubah. Sesuai dengan gaya yang terkesan rumit, karena garis-garis yang dibuat untuk menggambarkan satu ayat dalam kaligrafi membuat padat ‘ruang’ kanvas. Penjelajahan sapuan kanvas Sayid Akram, ikut memaknai bagaimana ruang gerak dalam kanvas menjadi maksimal dalam pembentukan obyek. Bahkan tidak ada ruang kosong dalam kanvasnya tanpa warna sedikitpun. Warna yang sering dipakai adalah hijau,merah dan biru, saling bertaut dalam bidang kanvas sebagai satu alat, saling melengkapi membentuk obyek dari ayat suci yang dilukiskannya.

Pada pameran kali ini, alumni Institut Seni Indonesia,Yogyakarta, tahun 1994 ini menggarap obyek garis menjadi kaligrafi menjadi demikian hidup, memperkaya makna penulisan kaligrafi. Tetapi ruang pamer rupanya tidak mendukung pemajangan karya karena terkesan kedodoran tertempel dengan lukisan yang demikian besar tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar